Saturday, September 4, 2010

Kemunculan N dari N dalam Bahasa Inggris


Perkembangan yang menarik sejak Middle English adalah cara baru mengindikasi kepemilikan of. Sebagai hasilnya, Modern English mempunyai dua arti dalam menunjukan kepemilikan, menggunakan ‘s dan of. Dalam Old English dan Middle English model yang lebih panjang dengan of sudah tidak ada lagi. Itu menjadi mungkin hanya ketika urutan kata seraca relatif tetap, dan Vp dan Np tidak harus padat. Beperapa orang berpendapat bahwa kemunculan N dari N itu adalah hasil dari pengaruh bahasa Perancis.

Perubahan dari urutan kata yang bebas menjadi tetap SVO dalam bahasa Inggris



Dalam bahasa yang cenderung bebas urutan katanya menandakan Np dan Vp dapat berpindah pindah serta dapat ditempatkan ke dalam posisi apapun di dalam kalimat. Hal tersebut dapat terjadi tanpa mengalami kebingungan dalam menentukan fungsi dalam kalimat karena mereka sudah mempunyai pembeda yang jelas. Pembeda-pembeda tersebut adalah berupa afiksasi morfologi. Sebagai contoh dalam masalah ini kita bandingkan bahasa Jerman dan bahasa inggris
I bought my wife a bike [Eng]                                    I bought a bike for my wife [Eng]
Ich kaufe meiner Frau ein Rad. [Ger]                         Ein Rad kaufe ich meiner Frau [Ger] 

I sent my parents a letter [Eng]                                   I sent a letter to my parents [Eng]
Ich sende meinen Eltern einen Brief   [Ger]                Einen Brief sende ich meinen Eltern [Ger]

Sangat jelas terlihat, bahasa Inggris memerlukan preposisi untuk menandai fungsi, sedangkan bahasa Jerman tidak memerlukan preposisi karena mempunyai penanda kasus yang jelas mengenai kedua jenis objek di atas (akusatif dan datif). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam bahasa-bahasa yang mempunyai sistem kasus, terdapat preposisi ataupun postposisi yang berbentuk afiksasi. Sedangkan dalam bahasa Inggris preposisi merupakan sebuah kata depan yang berdiri dengan bebas.

Memudarnya Sistem Gender dalam Bahasa Inggris


  Ketika infleksi dari beberapa kata-kata pembeda gender tersebut berkurang dan beralih pada akhiran tunggal ajektiva dan bentuk demonstratif yang sudah tetap (the, this, these, that, dan those), maka bentuk-bentuk penanda gramatis gender tersebut dihilangkan. Metode yang digunakan sekarang dalam menentukan gender tidak serta merta muncul begitu saja pada periode Middle English. Pengenalan sex gender yang ada pada akar alamiah gender yang ada dalam Old English ditandai dengan kecenderungan menggunakan personal pronouns menurut natural gender, bahkan ketika penggunaan itu melibatkan pertentangan dengan gramatikal gender yang mendahului kata pengganti. Penggunaan personal pronoun merupakan indikasi yang jelas untuk merasakan natural gender bahkan ketika gramatikal gender dalam penekanan. Dengan menghilangnya gramatikal gender, gagasan tentang seks menjadi faktor satu-satunya faktor yang menentukan gender dari nomina bahasa Inggris.
O.E. mempunyai afiks infleksi yang menandai gender: masculin, feminine dan neuter.  Akan tetapi Dalam Mod. E, afiks gender sudah menghilang, kecuali untuk beberapa sisa seperti prince-princess, emperor-empress, tiger-tigress, hero-heroine, dan juga untuk pronomina orang ketiga tunggal (he, she, it). Pronomina diharapkan masih dibutuhkan untuk memfasilitasi kohesi di antara kalimat-kalimat di dalam paragraf dari sebuah wacana, dan afiks yang tersisa –ess dan –ine masih digunakan khususnya dalam gaya bahasa sastra untuk menandai pentingnya kiasan.

Morfofonemik Bahasa Jawa Dialek Pemalang


1. Pendahuluan
Dalam kajian morfologi, sering ditemukan beberapa fenomena fonologis yang sering mucul akibat proses morfologis yang disebut juga dengan istilah morfonemik. Richard dan Schmidt (2002) menggambarkan morfofonemik sebagai varasi dalam bentuk morfem-morfem dikarenakan oleh faktor-faktor fonetis. Menurut definisi dari Kridalaksana (2001), morfofonemik atau yang disebut juga dengan istilah morfofonologi adalah struktur bahasa yang menggambarkan pola fonologis dari morfem; termasuk di dalamnya penambahan, pengurangan, penggantian fonem, atau perubahan tekanan yang menentukan bangun morfem. Pendapat tersebut senada dengan Chaer (2007) yang mengatakan bahwa morfononemik adalah peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.  
Dalam bahasa Jawa terdapat bebagai macam bentuk afiksasi seperti prefiks n-, infiks, sufiks, dalam bahasa Jawa umumnya sufiks berwujud dalam bentuk nasalisasi yaitu dengan menambahkan sufiks nasal (n). Kata teka  [təkə] ‘datang’ ditinjau dari segi bentuknya hanya terdiri dari satu morfem. Oleh karena itu, teka dapat pula disebut sebagai bentuk tunggal. Dalam pemakaian sehari-hari, bentuk teka ini dapat dijadikan bentuk yang lebih luas, lebih besar, atau lebih kompleks, misalnya dengan cara dibubuhi morfem afiks, diulang dan sebagainya. Jika diamati lebih lanjut, pada waktu berlangsungnya proses pembentukan kata tersebut sering akan dijumpai peristiwa atau proses fonologis, misalnya perubahan fonem, hilangnya fonem atau penambahan fonem yang timbul akibat proses pembentukan kata itu. Sebagai contoh bentuk teka di atas, jika dibubuhi prefiks nasal (n) dan sufiks (i), maka bentuknya akan menjadi nekani. Pada bentuk ini dijumpai proses penghilangan fonem /t/ dan timbulnya fonem /n/  akibat pembubuhan prefiks nasal dan sufiks (i) tersebut.
Peristiwa fonologis seperti penghilangan fonem dan kemunculan di atas merupakan sebuah akibat dari proses morfologis. Hal inilah yang dimaksudkan dengan proses morfofonemik, sekaligus akan menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk mengkaji proses morfofonemik yang terdapat dalam bahasa Jawa Dialek pemalang. Bahasa Jawa Dialek Pemalang (BJDP) memiliki keunikan-keunikan fonologis dan morfologis yang berbeda dengan bahasa Jawa dialek lain. Ciri yang menonjol dalam BJDP adalah semua vokal [a] pada suku kata akhir terbuka menjadi vokal [ə], seperti pada contoh kata teka [təkə] di atas. Inilah salah satu ciri keistimewaan dari BJDP.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana proses morfofonemik dalam Bahasa Jawa Dialek Pemalang.

3. Tunjuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses morfofonemik dalam Bahasa Jawa Dialek Pemalang.

4. Landasan Teori
Pengkajian morfologi bahasa Jawa tidak terlepas dari sebuah karya besar dari sarjana Belanda, E. M. Uhlenbeck dalam bukunya berjudul Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Namun, di dalam buku tersebut, beliau tidak mendeskripsikan pandangannya tentang morfofonemik secara sistematis, Pandangan Uhlenbeck lebih menekankan pada “prosede morfologis” yang di dalamnya juga melibatkan pembahasan secara diakronis.
Ahli  bahasa Jawa lain seperti Suwardi mendeskipsikan bahasa Jawa khususnya bahasa Jawa dialek pesisir utara Jawa Tengah secara lebih sistematis. Menurut Suwadji, dkk (1981), ada tiga macam proses morfologis dalam bahasa Jawa dialek pesisir utara Jawa Tengah, yaitu: proses pembubuhan afiks atau afiksasi, perulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau komposisi.

a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembentukan kata melalu pembubuhan antara morfem terikat (afiks) dan morfem bebas (kata). Afiksasi dalam bahasa Jawa meliputi.
(1) Prefiksasi; yang merupakan proses pembentukan kata dengan jalan pembubuhan morfem afiks di depan bentuk dasarnya. Afiks yang dibubuhkan ini disebut prefiks. Dalam data makalah ini didapatkan prefiks-prefiks seperti tak-, di-, ko-(kok-), ke-, sa-, pa-, pi-, me-, N- (nasal),
(2) Infiksas; yaitu proses pembentukan kata dengan pembubuhan morfem afiks di tengah bentuk dasarnya. Afiks yang di bubuhkan di tengah bentuk dasar demikian ini disebut infiks, di dalam data makalah ini terdapat infiks –um-dan –in-.
(3) Sufiksasi; yaitu proses pembentukan kata dengan gabungan morfem afiks di belakang bentuk dasarnya. Afiks yang digabungkan ini disebut sufiks. Dalam bahasa Jawa dialek pesisir utara Jawa Tengah terdapat sufiks –i, -aken, -na, -en, -a, -an-, -e.
(4) Konfiks; yang merupakan proses pembentukan kata dengan pembubuhan afiks yang mengapit bentuk dasarnya. Dalam BJDP ditemukan konfiks-konfiks seperti di – i, di – aken, di – na, tak – i, tak – aken, tak – na, N – i, N – aken, N – na, ke – en, pa – an, ka – an.

b. Reduplikasi
Reduplikasi atau pengulangan ialah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasarnya. Proses pengulangan ini ada bermacam-macam, misalnya perulangan penuh, perulangan sebagian, perulangan dengan variasi fonem, dan perulangan berkombinasi dengan afiksasi.

c. Proses Pemajemukan
Pemajemukan ialah proses morfologis yang menggabungkan dua bentuk dasar (dua kata) atau lebih, untuk membentuk sebuah kata. Bentuk dasar itu biasanya berupa morfem asal. Kata bentukan dari proses pemajemukan atau komposisi ini lazim disebut kata majemuk. Pemajemukan itu sendiri ada bermacam-macam jenisnya.

5. Metode
Menurut Sudaryanto (1993), metode pemaparan penulisan penelitian berdasarkan tahapanya meliputi metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode hasil analisis data atau metode penyajian hasil penguraian data.
Sumber data dalam penulisan ini adalah bahasa Jawa dialek Pemalang yang digunakan sebagai alat komunikasi pergaulan sehar-hari. Hal itu mengandung pengertian bahwa materi penelitian  (data bahasa) diambil dari peristiwa tutur sehari-hari; jadi, berupa turur lisan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mencatat hasil wawancara dengan nara sumber dengan ketentuan
-          Mereka adalah  penduk asli dan berdomisili di Pemalang
-          Pendidikan serendah rendahnya SD dan bisa berbahasa indonesia
-          Mereka menggunakan BJDP sebagai sarana komunikasi di lingkungan keluarga.
-          Usia informan dibatasi antara 22 s.d 48 tahun.
Penentuan sumber data sebagaimana tersebut di atas dilakukan atas dasar: demi memudahkan pemerolehan data yang dipandang cukup lengkap untuk mendukung kelancaran jalanya analisis. Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis guna memperoleh hasil simpulan.

6. Analisis Proses Morfofonemik
Pada makalah ini akan dijabarkan tiga macam proses morfofonemik sebagai berikut.
a. Proses Timbulnya Fonem
Proses timbulnya fonem dalam bahasa Jawa subdialek Pemalang Bagian Tengah antara lain sebagai berikut.

1) Penambahan Fonem /ə/
Penambahan fonem /e/ sering terjadi (1) dalam proses pembubuhan prefiks pada bentuk dasar satu silabel yang berawal konsonan ; (2) dalam pembubuhan sufiks –na
Contoh:
/di- + dol/ = /diədol/ ‘dijual’
/n- + sog/ = /ngəsog/ ‘menaruh’
/di- + tulis+ -na = /ditulisəna/ ‘dituliskan’
/n-  +gambar + -na = /nggambarəna/ ‘menggambarkan’

2) Penambahan Fonem /k/
Proses penambahan fonem /k/ terdapat pada
(a) penggabungan sufiks –i (baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan prefiks) dengan bentuk dasar yang terakhir k.
Contoh:
/di- + kek+ -i/ = /dikekki/ ‘diberi’
/di- + penek+ -i/ = /dipenekki/ ‘dipanjat’
(b) penggabungan sufiks –aken (baik secara sendiri maupun dalam kombinasinya dengan prefiks) dengan bentuk dasar yang berakhiran vokal.
/nggawa + aken/ = /nggawakakən/
/ngisi + aken/ = /ngisikakən/ ‘mengisikan’
(c) penggabungan sufiks –na (baik secara sendiri mapun dalam kombinasinya dengan prefiks) dengan bentuk dasar yang berakhir vokal.
/di- + aju + -na/ = /diajoknə/ ‘diajukan’
/nggawa + -na/ = /nggawaknə/ ‘membawakan’
/di- + isi + -na/ = /diiseknə/ ‘diisikan’

3) Penambahan Fonem /n/
Proses penambahan fonem /n/ terdapat pada
(a) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir vokal dengan sufiks –i baik secara tersendiri maupun dalam kombinasi dengan prefiks.
/di- + isi + -i/ = /diiseni/ ‘disisi’
/nyapu + -i/ = /nyaponi/ ‘menyapu’
/nggawa + -i/ = /nggawani/ ‘membawa berulang-ulang’
(b)  Penggabungan bentuk dasar yang berakhiran vokal dengan sufiks –en baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan prefiks.
/isi+ -en/ = /isinən/ ‘isilah’
/gawe + -en/ = /gawenən/ ‘buatlah’
/ke- + dawa + -en = /kedawanən/ ‘terlalu panjang’
(c) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir vokal dengan sufiks –e.
/buku + -e/ = /bukune/ ‘bukunya’
/dawa + -e/ = /dawane/ ‘panjangnya’
/isi + -e/ = /isine/ ‘isinya’
(d) Penggabungan bentuk dasar berakhir vokal dengan sufiks –an baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan prefiks.
/dina + -an/ = /dinanan/ ‘harian’
/ke- + wani + -an/ = /kewanenan/ ‘keberanian’
(e) Penggabungan prefiks pa- atau pe- (baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan sufiks) dengan bentuk dasar yang berawalan dh, d, t, disertai hilangnya t itu.
/pa- + cacad/ = /panacad/ ‘celaan’
/pe- + dadar/ = /pendadaran/ ‘ujian’
/pe- + dhuwur + -an/ = /pendhuwuran/ ‘atasan’
(f) Penggabungan prefiks me- dengan bentuk dasar berawalan dh, t.
/me- + dhuwur/ = /mendhuwur/ ‘ke atas’, ‘naik’
/me- + tengah/ = /mentengah/ ‘ke tengah’

4) Penambahan fonem /ng/ atau /ŋ/
Proses penambahan fonem /m/ tedapat pada penggabungan prefiks pa- atau pe- (baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan sufiks) dengan bentuk dasar yang berawal vokal, g, k. Pada penggabungan ini k hilang.
            /pa- + anyang/ = /pangenyang/ ‘tawaran’
            /pa- + gawe/ = /panggawe/ ‘tindakan’
            /pa- + kuwasa/ = /panguwasa/ ‘kekuasaan’, ‘penguasa’
5) Penambahan fonem /ny/
Proses penambahan fonem /ny/ terdapat pada penggabungan bentuk dasar yang berawal c dan s dengan prefiks pa- atau pe- baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan sufiks. Dalam penggabungan ini c dan s tersebut hilang.
            /pa- + cacad/ = /panyacad/ ‘celaan’
            /pe- + suwun/ = /penyuwun/ ‘penyuwun’
6) Penambahan fonem /w/
Penambahan fonem /w/ terdapat pada penggabungan bentuk dasar yang berakhiran o atu u dengan sufiks –an atau sufiks –an yang berkombinasi dengan prefiks. Dalam hal ini h pada akhir bentuk dasar ini hilang.
            /ka- + pulo + -an/ = /kapulowan/ ‘kepulauan’
            /jero + - an/ = /jerowan/ ‘isi perut binatang’
            /wasuh + -an/ = /wasuwan/ ‘cucian’
            /pe- + labuh + -an/ = /pelabuwan/ ‘pelabuhan’
7) Penambahan fonem /y/
Penambahan fonem /y/ terdapat pada penggabungan berikut
(a) penggabungan bentuk dasar yang berakhir i dengan sufiks –an baik secara tersendiri maupun dalam gabungannya dengan prefiks.
            /pe- + ngaji + -an/ = /pengajiyan/ ‘pengajian’
            /puji + -an/ = /pujiyan/ ‘nyanyian yang berisi puji-pujian’
(b) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir ih dengan sufiks –a, -an, -en, atau –e baik secara tersendiri maupun bersama kombinasinya dengan prefiks. Dalam hal ini jika bentuk dasarnya berakhiran ih atau h, maka h tersebut hilang.
            /ke- + sugih + -en/ = /kesugiyən/ ‘terlalu kaya’
            /mulih + -an/ = /muliyan/ ‘perasaan selalu ingin pulang’
            /pilih + -an/ = /piliyan/ ‘pilihan’
            /sulih + -e/ = /suliye/ ‘penggantinya’

b. Perubahan Fonem
Proses perubahan fonem sebagai akibat proses morfologis dapat diperinci sebagai berikut:
1) Perubahan prefiks nasal (N)
Prefiks nasal (N) baik secara tersendiri maupun dalam kombinasinya bersama sufiks, jika bergabung dengan bentuk dasar akan mengalami perubahan bunyi.
a) /N-/ akan berubah menjadi /n-/ jika bergabung dengan bentuk dasar yang berawal c, d, dh, t, th, itu hilang.
            /N- + cucuk/ = /nucuk/ ‘mematut’
            /N- + deleng/ = /ndələng/ ‘melihat’
            /N- + dhempes/ = /ndhempes/ ‘bersandar ke sesuatu yang lebih bersar’
            /N- + tiba + -i/ = /nibani/ ‘menjatuhi’
            /N- + thuthuk/ = /nuthuk/ ‘memukul’
b) /N-/ akan berubah menjadi /m-/ jiga bergabung dengan bentuk dasar yang berawal b, p, w. Pada penggabungan ini p dan w hilang.
            /N- + batir + i/ = /mbatiri/ ‘menemani’
            /N- + pangan/ = /mangan/ ‘makan’
            /N- + wulang/ = /mulang/ ‘mengajar’
c) /N-/ akan berubah menjadi /ng-/ jika bergabung dengan bentuk dasar yang berawal vokal, l, k, g, r. Pada penggabungan ini k tersebut hilang.
            /N- + OmOng/ = /ngOmOng/ ‘berkata’
            /N- + inum/ = /nginum/ ‘minum’
            /N- + adus + i/ = /ngadusi/ ‘memandikan’
            /N- + luruh/ = /ngluruh/ ‘mencari’
            /N- + kabar + -na/ = /ngabarnə/ ‘menggambarkan’
            /N- + gawe/ = /nggawe/ ‘membuat’
            /N- + rame + -na/ = /ngrameknə/ ‘meramaikan’
d) /N-/ akan berubah menjadi /ny-/ jika bergabung dengan bentuk dasar c, j, s. Pada penggabungan ini c dan s itu hilang.
            /N- + cOlOng/ = /nyOlOng/ ‘mencuri’
            /N- + jikot/ = /njikot/ ‘mengambil’
            /N- + suwun/ = /nyuwun/ ‘meminta’
2) Perubahan fonem /i/ menjadi /e/
Perubahan fonem /i/ menjadi /e/ ini terdapat pada
a) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /i/ dengan sufiks –i, baik sufiks –i tersebut secara tersendiri maupun dalam kombinasinya dengan afiks lainya.
            /N- + isi + -i / = /ngiseni/ ‘mengisi’
            /N- + wedi + -i/ = /medeni/ ‘menakutkan’
b) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /i/ dengan sufiks –aken atau sufiks –aken atau sufiks –aken yang berkombinasi dengan afiks lainya.
            /N- + isi + -aken/ = /ngisekakən/ ‘mengisikan’
            /N- + kunci + -aken/ = /nguncekakən/ ‘menguncikan’
c) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /i/ dengan sufiks –na atau konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –na.
            /N- + dadi + -na/ = /ndadekna/ ‘menjadikan’
            /di- + bali + -na/ = /dibalekna/ ‘dikembalikan’
d) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /i/ dengan sufiks –an atau konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –an. Kadang-kadang fenomena /a/ pada sufiks –an itu hilang.
            */wedi + -an/ = /weden/ ‘penakut’
            */lali + -an/ = /lalen/ ‘pelupan’
*Ada sebagian dialek bahasa Jawa di Pemalang yang lebih sering mengucapkan wedinan ‘penakut’ dari pada weden dan klalenan ‘pelupa’ dari pada lalen.
3) Perubahan fonem /u/ menjadi /O/
Perubahan fonem /u/ menjadi /O/ terdapat pada
a) Penggabungan sufiks –i atau konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –i dengan bentuk dasar yang berakhiran /u/.
/nyapu + -i/ = /nyapOni/ ‘menyapu’
/N- + tunggu + -i/ = /nunggOni/ ‘menunggui’
b) Penggabungan sufiks –aken atau konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –aken dengan bentuk dasar yang berakhiran /u/.
            /N- + turu + -aken/ = /nurOkakən/ ‘menidurkan’
            /N- + tuku + -aken/ = /nukOkakən/ ‘menunggui’
            /N- + kudu + -aken/ = /ngudOkakən/ ‘mengharuskan’
c) Penggabungan sufiks –na atau konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –na dengan bentuk dasar yang berakhiran /u/.
            /N- + tuku +  -na/ = /nukOknə/ ‘membelikan’
            /N- + aju + -na/ = /ngajoknə/ ‘mengajukan’
d) Penggabungan sufiks –an atau konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –an. Pada penggabungan ini fonem /a/ pada sufiks –an itu sering hilang.
            /tuku + -an/ = /tokOn/ ‘belian’ atau ‘pembelian’
            /ingu + -an/ = /ingOn/ ‘piaraan’
            /ke- + tamu + -an/ = /ketamOn/ ‘kedatangan tamu’
e) Penggabungan bentuk dasar yang berakhiran /u/ dengan konfiks ke – en, dan fonem /e/ pada sufiks –en itu kadang-kadang hilang.
            /ke- + lemu + -en/ = /kelemOn/ ‘terlalu gemuk’
            /ke- + dalu + -en/ = /kedalOn/ ‘terlalu masak’ ‘terlalu ramun’

4) Perubahan fonem /o/ menjadi /O/
Perubahan fonem /o/ menjadi /O/ terdapat pada
a) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /o/ dengan sufiks –i atau dengan konfiks yang merupakan kombinasi sufiks –i tersebut.
/di- + kendho + -i/ = /dikendhOni/ ‘dikendurkan’
            /di- + ijo + -i/ = /diijOni/ ‘dihijaukan’ (banyak)
b) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /o/ dengan sufiks –aken.       
/di- + kendho + -aken/ = /dikendhOkakən/ ‘dikendurkan’
/di- + jero + -aken/ = /dijerOkakən/ ‘diperdalam’
c) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir fonem /o/ dengan sufiks –na atau yang merupakan kombinasi sufiks –na.
            /di- + kendho + -na/ = /dikendhOknə/ ‘dikendurkan’
            /di- + ijo + -na/ = /diijOknə/ ‘dihijaukan’
d) Penggabungan bentuk dasar yang berakhir /o/ dengan sufiks –an atau konfiks ke – en. Dalam penggabungan ini kadang-kadang fonem /a/ pada sufiks –an dan fonem /ə/ pada sufiks –en hilang.
            /jodho + -an/ = /jodhOn/ ‘selalu cocok dengan yang lain’
            /ke- + jero + -en/ = /kejerOn/ ‘terlalu dalam’
5) Perubahan fonem /h/ menjadi /w/ atau /y/
Perubahan fonem /h/ menjadi /w/ atau /y/ ini terdapat pada beberapa bentuk dasar yang berakhir /h/. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut.
a) Fonem /h/ sering berubah menjadi /w/ jika bentuk dasar yang berakhir uh mendapat sufiks –i, -an atau jika bentuk dasar berakhir oh mendapat sufiks –an.
            /N- + wasuh + -i/ = /masuwi/ ‘mencuci’
            /wasuh + -an/ = /wasuwan/ ‘cucian’
            /ka- + adOh + -an/ = /kadowan/ ‘terlalu jauh’
b) Fonem /h/ sering berubah menjadi /y/ jika bentuk dasar yang berakhir ih bergabung dengan sufiks –an, -e.
            /mulih + -an/ = /muliyan/ ‘selalu pulang’
            /tapih + -an/ = /tapiyan/ ‘mengenakan kain’
            /mulih + -e/ = /muliye/ ‘pulangnya’

6) Perubahan-perubahan fonem yang lain akibat proses perulangan.
a) Perubahan fonem /i/ menjadi /a/
            /R + mulih/ = /mulah-mulih/ ‘berulang-ulang pulang’
b) Perubahan fonem /a/ menjadi /o/
            /R + balik/ = /bolak-balik/ ‘berulang-ulang pulang’
c) Perubahan fonem /u/ menjadi /a/
            /R + gelut/ = /gelat-gelut/ ‘selalu bertengkar’
d) Perubahan /e/ menjadi /a/
            /R + mesem/ = /mesam-mesem/ ‘tersenyum-senyum’

c. Proses Hilangnya Fonem
Proses hilangnya fonem sebagai akibat proses morfologis dapat diperinci sebagai berikut.
1) Hilangnya fonem /a/
Proses hilangnya fonem /a/ sering terjadi pada penggabungan sufiks –an, prefiks sa-, dan prefiks pa-. Hilangnya fonem /a/ pada –an terjadi jika –an bergabung dengan bentuk dasar yang berakhir vokal. Hilangnya fonem /a/ pada prefiks sa- dan pa- terjadi jika sa-/pa- bergabung dengan bentuk dasar yang berawal vokal.
            /pa- + adus + -an/ = /padusan/ ‘pemandian’
            /sa- + atus +/ = /satus/ ‘seratus’
            /waca + -an/ = /wacan/ ‘bacaan’
            /sasi + -an/ = /sasen/ ‘bulanan’
2) Hilangnya fonem /h/
Proses hilangnya fonem /h/ sering terjadi pada bentuk dasar yang berakhir /h/ mendapat sufiks –e, -an, -i, perulangan yang bergabung dengan afiksasi.
            /ngumbah + -i/ = /ngumbai/ ‘mencuci’
            /umah + -e/ = /umae/ rumahnya’
            /puluh + -an/ = /puluwan/ ‘puluhan’
3) Hilangnya fonem /k/
Hilangnya fonem /k/ terjadi karena pembubuhan prefiks nasal pada bentuk dasar yang berawal /k/.
            /N- + kumbah/ = /ngumbah/ ‘mencuci’
            /N- + karang/ = /ngarang/ ‘mengarang’
4) Hilangnya fonem /p/
Hilangnya fonem /p/ terjadi pada penggabungan bentuk dasar yang berawal p mendapat prefiks nasal.
            /N- + pangan/ = /mangan/ ‘makan’
            /N- + pecah/ = /mecah/ ‘memecahkan’

5) Hilangnya fonem /s/
Hilangnhya fonem /s/ terjadi pada penggabungan prefiks nasal dengan bentuk dasar yang berawalan s.
            /N- + sapu/ = /nyapu/ ‘menyapu’
            /N- + sisih + -na/ = /nyisishnə/ ‘menyisishkan’
6) Hilangnya fonem /t/
Hilangnya fonem /t/ kebanyakan terjadi pada penggabungan prefiks nasal dengan bentuk dasar yang berawalan t.
            /N- + tOngtOn/ = /nOngtOn/ ‘menonton’
            /N- + tinggal + -aken/ = /ninggalaken/ ‘meninggalkan’
7) Hilangnya fonem /th/
Hilangnya fonem /th/ kebanyakan terjadi pada penggabungan prefiks nasal dengan bentuk dasar yang berawalan th.
            /N- + thuthuk/ = /nuthuk/ ‘memukul’
8) Hilangnya fonem /w/
Hilangnya fonem /w/ kebanyakan terjadi pada penggabungan prefiks nasal dengan bentuk dasar yang berawalan w.
            /N- + wulang/ = /mulang/ ‘mengajar’
            /N- + waca/ = /maca/ ‘membaca’

7. Penutup
Dari hasil pendeskripsian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam proses morfofonemik bahasa Jawa dialek Pemalang terdapat beberapa fenomena morfologis yaitu penambahan fonem, perubahan fonem dan penghilangan atau pelesapan fonem. Hal tersebut terjadi akibat adanya beberpa proses afiksasi dan reduplikasi.